Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) Yuli Riswati dideportasi oleh otoritas Hong Kong, karena diduga terkait aktivitasnya meliput unjuk rasa prodemokrasi.
Yuli sempat ditahan selama 28 hari setelah gagal memperpanjang visa lalu diterbangkan ke Surabaya, Jawa Timur, pada Senin (2/12) sore.
Pernyataan yang dikeluarkan oleh kelompok pendukung, Yuli menuduh Departemen Imigrasi Hong Kong telah menekan kebebasan berbicara dan hak perempuan 27 tahun itu dalam membantu pekerja Indonesia di Hong Kong.
“Para pejabat imigrasi menangkap Yuli setelah liputannya terkait unjuk rasa seperti dilaporkan oleh media setempat. Ini penindasan politik,” kata anggota kelompok, Ah Fei, dikutip dari AFP, Senin (2/12).
Sementara itu Departemen Imigrasi Hong Kong tidak bisa mengomentari kasus-kasus individual. Namun departemen menegaskan, siapa pun yang melanggar ketentuan tinggal bisa ditangkap, ditahan, menghadapi penuntutan, atau diusir.
Pengacara Riswati, Chau Hang Tung, mengatakan kliennya lupa memperbarui visa setelah mendapat paspor baru. Dia berusaha mengajukan pembaruan dalam tahanan dan majikannya juga sudah memberikan jaminan.
Namun kelompok pendukung serta ahli hukum independen mengatakan, jarang seorang pekerja rumah tangga ditahan dan dideportasi karena alasan visa kedaluwarsa.
“Saya belum pernah melihat kasus bahwa Imigrasi mendatangi rumah dan menangkap pekerja berdasarkan ini,” kata Phobsuk Gasing, ketua Federasi Serikat Pekerja Rumah Tangga Hong Kong.
“Selama masih ada kontrak, majikan mengonfirmasi perekrutan pekerja dan menjelaskan melalui surat kepada Imigrasi mengapa mereka lupa memperpanjang visa. Imigrasi selalu memberi kesempatan para pekerja untuk memperbarui visa tanpa tanpa,” katanya, menjelaskan.
Michael Vidler, seorang pengacara Hong Kong yang biasa menangani kasus-kasus imigrasi, mengatakan, penahanan Yuli tidak proporsional.
“Satu-satunya penjelasan masuk akal adalah bahwa tindakan ini diambil karena dia telah secara terbuka berbicara tentang urusan Hong Kong,” katanya.
Yuli pernah menulis tentang Demonstrasi Hong Kong di akun Facebook-nya dan untuk situs berita independen Indonesia “Migran Pros”. Tahun lalu dia memenangkan Penghargaan Sastra Taiwan untuk Migran sebagai pengakuan atas tulisannya. (ave/dikutip dari sumeks.co)
Discussion about this post