Avesiar – Jakarta
Biaya bahan bakar berkelanjutan diperkirakan akan menaikkan harga tiket, menurut badan penerbangan global IATA. Hal tersebut memungkinkan tarif penerbangan internasional akan terus merangkak dari level tertinggi saat selama 10-15 tahun ke depan.
Dikutip dari The Guardian, Selasa (6/6/2023), permintaan perjalanan yang luar biasa sejak pandemi Covid telah menyebabkan kenaikan tarif yang tajam di banyak rute, dan IATA mengatakan konsumen akan membayar lebih karena maskapai penerbangan meningkatkan penggunaan bahan bakar jet “lebih ramah lingkungan” yang langka sebagai tanggapan atas mandat pemerintah untuk mengurangi emisi karbon penerbangan.
“Kami akan membutuhkan lebih banyak SAF [bahan bakar penerbangan berkelanjutan], dan itu berarti semakin banyak biaya,” ujar Direktur Jenderal IATA yang juga mantan kepala eksekutif British Airways Willie Walsh, dikutip dari The Guardian.
Beberapa ekonom, lanjut Walsh, percaya bahwa bahan bakar berkelanjutan pada akhirnya bisa menjadi lebih murah daripada minyak tanah., “Saya melihat kepastian dalam 10-15 tahun ke depan bahwa kita melihat kenaikan biaya bahan bakar yang signifikan. Kecuali jika ada pengurangan kompensasi dalam biaya lain – dan saya tidak melihat itu – maka orang harus berharap bahwa akan ada kenaikan tarif rata-rata saat kita melangkah maju,” kata dia.
Secara signifikan, biaya penerbangan telah meningkat karena harga minyak melonjak setelah invasi Rusia ke Ukraina, serta biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Walsh juga menunjukkan kapasitas yang terbatas karena kurangnya suku cadang, yang menyebabkan beberapa maskapai penerbangan tidak dapat mengoperasikan armada penuh mereka. (ard)
Discussion about this post