Wabah virus corona (COVID-19) yang pertama kali muncul di Wuhan, China pada Desember lalu belum juga menunjukkan tanda-tanda akan hilang dari muka bumi meski sudah menghantui selama enam bulan terakhir.
Di saat beberapa negara melaporkan penurunan kasus, negara-negara lain melaporkan sebaliknya. Hal demikian terjadi pada negara-negara Eropa dan China.
Sebelumnya sekitar dua bulan lalu, China melaporkan bahwa kasus COVID-19 di negaranya mulai bisa ditangani dan mulai menghapus pembatasan yang diberlakukan untuk mengekang wabah.
Pernyataan itu disampaikan di saat kasus corona di negara-negara Eropa, seperti Italia dan Spanyol, sedang tinggi-tingginya.
Namun dalam sepekan terakhir, China telah kembali menghadapi kasus-kasus baru COVID-19 hingga harus kembali memberlakukan pembatasan pada beberapa wilayahnya. Kekacauan di China itu terjadi bertepatan dengan saat negara-negara Eropa mengumumkan akan melonggarkan pembatasan yang telah diberlakukan sebelumnya.
Sebagaimana dilaporkan AFP, negara-negara Uni Eropa termasuk Belgia, Prancis, Jerman, dan Yunani, membuka kembali perbatasan mereka dengan negara-negara tetangga Eropa pada hari Senin (15/6/2020). Pencabutan pembatasan perbatasan itu dilakukan setelah kasus corona menurun dalam beberapa pekan terakhir di banyak bagian Eropa.
Selain melonggarkan pembatasan, Spanyol secara pribadi mulai melakukan proyek percontohan dengan menerima sejumlah besar turis Jerman untuk mengunjungi kepulauan Balearic. Inggris, sementara itu, mulai membuka toko-toko dan tempat-tempat wisata dan Paris mulai mengizinkan kafe dan restoran dibuka kembali sepenuhnya.
“Saya senang bisa berbelanja lagi setelah sekian lama,” kata Precious, seorang siswa berusia 18 tahun di London Street Oxford yang ramai.
Di sisi dunia lain, negara-negara seperti di Amerika Latin, Iran, India dan Arab Saudi juga terus melaporkan peningkatan kasus seperti di China. Jumlah kasus barunya di beberapa negara bahkan sangat mengkhawatirkan, mencapai ribuan per harinya.
Sementara China, dalam beberapa hari terakhir melaporkan ratusan kasus baru COVID-19, yang berpusat di Beijing. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada lebih dari 100 kasus baru yang dikonfirmasi di Beijing terhubung dengan pasar makanan grosir Xinfadi.
“Asal dan penyebaran wabah sedang diselidiki,” kata ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers virtual.
Pasca penemuan kasus-kasus baru itu, otoritas setempat telah mengimbau warganya untuk melakukan tes demi mengetahui apakah mereka terjangkit corona atau tidak. Akibatnya, orang-orang ramai mengantri di sebuah stadion Beijing, tempat pengujian massal dilakukan, dan juga di depan rumah sakit-rumah sakit wilayah itu.
Beijing juga telah memberlakukan penguncian (lockdown) di 21 lingkungannya untuk mencegah penyebaran meluas.
Secara nasional, China saat ini memiliki 83.221 kasus COVID-19, dengan 4.634 kematian dan 78.377 orang sembuh. Secara global, wabah ini telah menginfeksi 8.112.611 orang di seluruh dunia. Di mana 439.051 orang telah meninggal dunia dan 4.213.212 sembuh, menurut Worldometers. (ave/dikutip dari cnbcindonesia.com)
Discussion about this post