Avesiar – Jakarta
Permasalahan warisan sering kita temui dalam kehidupan di masyarakat. Banyak hal yang bisa memicu masalah, seperti Kekurangpahaman mengenai hukum waris secara Islam atau hasrat untuk menguasai harta warisan.
Warisan dalam bahasa Arab disebut dengan al-miras yang merupakan bentuk masdar dari kata warisa-yarisu-irsan-mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum yang lain.
Sementara itu, arti warisan secara istilah adalah berpindahnya hak kepemilikan dari seseorang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik berupa uang, tanah, atau segala sesuatu yang merupakan hak milik legal secara syar’i.
Dasar hukum waris dalam Islam adalah Al Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ para ulama serta sebagian kecil ijtihad para mujtahid.
Al Qur’an sendiri sebagai sumber hukum waris yang utama telah mengatur cara pembagian warisan dalam Islam yang adil antar saudara kandung laki-laki dan perempuan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 7 yang artinya,
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (QS. An-Nisa’ : 7).
Kekacauan dalam keluarga terkait dengan pembagian harta warisan dengan alasan tidak adil atau hal-hal lainnya seharusnya tidak terjadi. Hal ini disebabkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengatur pembagian warisan menurut hukum Islam dalam Al Qur’an secara gamblang.
Namun, jika pun terjadi perselisihan dan cara mengatasinya, Islam mengajarkan melalui As-Sunnah, sebagian ijma’ ulama, dan ijtihad.
Dari Ibnu Mas’ud Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al faraidh dan ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini manusia yang akan mati, dan ilmu pun akan diangkat.
Hampir saja nanti akan terjadi dua orang yang berselisih tentang pembagian harta warisan dan masalahnya; maka mereka berdua pun tidak menemukan seseorang yang memberitahukan pemecahan masalahnya kepada mereka.” (HR. Ahmad)
Ketidakpahaman mengenai hukum waris Islam atau besarnya keinginan untuk menguasai harta warisan inilah yang menjadi akar masalah pembagian harta warisan.
Banyak contoh kasus di mana kakak sulung yang diserahi tanggung jawab untuk membagi warisan setelah orang tua meninggal, justru menguasai sebagian besar atau seluruh harta warisan.
Padahal secara Islam, harta warisan wajib dibagi karena merupakan wasiat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam surat An-Nisa’ ayat 12 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, yang artinya,
“(Pembagian warisan itu) adalah wasiat dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Lembut.” (QS. An Nisa’ : 12).
Jika harta warisan tidak dibagi sesuai dengan ketentuan yang telah Allah tetapkan dalam Al Qur’an, maka hukumnya berdosa kecuali jika saudara kandung ikhlas untuk menyerahkan bagiannya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 188, yang artinya,
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim (pengadilan), supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 188)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman dalam surat An-Nisa’ayat 13-14, yang artinya,
“Itulah ketentuan-ketentuan hukum Allah (artinya ketentuan dan ukuran pembagian tersebut adalah keputusan dari Allah). Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, (artinya tidak menambah jatah warisan sebagian ahli waris dan tidak pula mengurangi jatah sebagian yang lain, dengan cara mengakali atau cara apapun, namun membiarkan masing-masing menerapkan hukum Allah dalam ketentuan pembagian warisan tersebut), niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah keberuntungan yang besar.
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya serta melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, (artinya menentang Allah dalam ketentuan pembagian harta warisan tersebut), niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” Qs An-Nisa’ :13-14
(QS. An-Nisa’ : 13-14).
Seburuk-buruk tipe manusia adalah orang yang jika hatinya rakus, langsung mencuri. Jika sudah kenyang, berbuat dosa. Jika kurang puas, terus menggerogoti. Jika telah merasa tercukupi, bertindak tidak senonoh.
Termasuk kesemena-menaan yang terlampau jauh adalah memakan harta warisan milik ahli waris lainnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Fajr, yang artinya :
“Dan kalian memakan harta warisan dengan cara mencampuradukkan (yang halal dan yang haram).” (QS. Al-Fajr : 19)
Kata “At-Turats” di sini adalah harta warisan, sedangkan “Al-Lammu” adalah upaya pengumpulan harta warisan dengan melakukan pelanggaran, sehingga orang itu selain memakan bagiannya sendiri, juga bagian warisan milik orang lain. Padahal sistem pembagian harta peninggalan itu telah diatur dalam syariat Islam sebagai putusan hukum yang adil.
Maka barangsiapa yang mengicu (mengakali) untuk menganulir (menggugurkan) putusan dan ketentuan yang ada, dengan mengubah bagian dan jatah (masing-masing ahli waris), melakukan keculasan dan kecurangan dalam pembagiannya, menghalangi salah seorang ahli waris dari haknya, menahan harta peninggalan, menyembunyikan aset-aset dan barang-barang peninggalan, lalu menyembunyikan berkas-berkas bukti harta warisan, berikut memonopoli pengelolaan dan pemanfaatannya untuk dirinya dengan memaksa ahli waris (yang berhak) untuk melepaskan bagiannya dan merasa puas dengan sebagian jatahnya, sungguh dia telah melanggar syariat Allah, ketetapan-ketetapan pembagian-Nya dan aturan-aturan hukum-Nya.
Pengkhianat dzalim yang kelewat batas selalu bersikap siaga untuk memangsa hak wanita dan anak yatim, meskipun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sang rasul pembawa petunjuk dalam doanya telah mewanti-wanti :
“Ya Allah sesungguhnya aku akan menjadi penghalang (bagi siapapun yang mencurangi) hak dua golongan yang lemah, yaitu; anak yatim dan wanita.” (HR. Ibnu Majah dari hadis Abu Hurairah).
Dengan demikian hukum memakan warisan saudara kandung adalah tidak dibolehkan dalam Islam karena merupakan perbuatan dosa dan zhalim. Adapun balasan orang dzalim di akhirat nanti adalah dimasukkan ke dalam neraka. (dwi/dari berbagai sumber)
Discussion about this post