Sekarang jam 6 pagi di sebuah hotel di London dan Sonny Bill Williams baru saja menyelesaikan sholat Subuh. Ia lalu duduk di atas tikar kemudian berdoa.
“Ketika saya mengangkat tangan, saya meminta: ‘Ya Allah, tolong bimbing saya. Tetap kuatkan saya. Bantu saya menjadi orang yang lebih baik. Bantu saya menjadi orang yang lebih baik,'” katanya dilansir dari BBC Sport, Selasa (19/11).
“‘Saya tahu saya memiliki kelemahan, tetaplah menguatkan saya. Ampunilah saya atas dosa-dosa saya. Ya Allah, berkati orang-orang terdekat saya dan orang-orang di sekitar saya. Jaga mereka tetap aman, terutama anak-anak. Jaga kami di mana kaki kami dan bersyukur atas apa yang kami memiliki,” lanjut doanya.
Sudah 10 tahun sejak Williams menjadi seorang Muslim ketika bermain untuk Toulon (tim Rugby) di Perancis. Ia menjadi Muslim setelah periode kelam dalam hidupnya.
Pemain 34 tahun itu menghabiskan setengah jam menjawab pertanyaan selama konferensi pers di Stadion Emirates Arsenal. Ia menyapa wartawan dalam bahasa Inggris, Arab dan Samoa. Ia termasuk pemain Rugby dengan penghasilan tertinggi dalam sejarah.
Williams adalah manusia raksasa, dengan tinggi 6 kaki 4 inci (1,9 m) dan berat badan 17 pon (110 kg). Tetapi fisiknya yang besar ternyata sangat kontras dengan karakternya yang sederhana dan lembut berbicara.
“Alhamdulillah (berterima kasih kepada Allah) berarti segalanya. Minum segelas air – Alhamdulillah. Memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Anda – Alhamdulillah. Melihat istri dan anak-anak saya – Alhamdulillah. Saya selalu memiliki pencipta saya di depan pikiran saya,” ujarnya.
Williams memandang Islam amat berarti karena menunjukkan jalan hidup padanya. Selama ini, ia merasa hidupnya hampa.
“Dengar, aku mengejar gadis-gadis. Aku minum alkohol, menghabiskan waktu dengan boros dan mengira aku adalah seseorang yang bukan diriku. Aku menjalani kehidupan itu dan, menurut pengalamanku, apa yang diberikannya kepadaku? Kekosongan dan kekosongan di hatiku,” kenangnya.
Williams mengakui upayanya mendalami hingga masuk Islam bukanlah hal yang mudah. “Butuh beberapa tahun untuk prosesnya, tetapi saya menemukan Allah, saya menemukan Islam dan itu benar-benar memungkinkan saya untuk mengubah keliaran dalam diri saya menjadi positif,” tuturnya.
Williams mengatakan ada rasa kekeluargaan yang muncul dari sesama olahragawan Muslim. Ia berkawan dengan pemain sayap Fiorentina Franck Ribery dan mantan batsman Afrika Selatan Hashim Amla. Ia menilai rasa kekeluargaan ini penting karena dalam masyarakat saat ini bukan rahasia lagi banyak dari Muslim dipaksa untuk hampir malu menjadi Muslim.
“Bagi saya, saya sangat bangga menjadi seorang Muslim – kejujuran yang dimilikinya, apa yang diperjuangkannya dan apa yang dapat diberikannya. Ketika saya melihat olahragawan lain yang ada di luar sana dan bangga, wow itu adalah hal yang sangat indah,” katanya.
Pada bulan Maret, sebuah serangan oleh seorang pria bersenjata di sebuah masjid di Christchurch membuat 51 orang terbunuh. Serangan itu membuat Williams merasa amat sedih hingga penuh air mata. Ia membagikan kesedihannya di media sosial dimana ia menyatakan “kesedihan mendalam” dan berharap mereka yang meninggal “pergi ke surga”.
Seminggu setelah penembakan, Williams mengunjungi kota dan bertemu dengan anggota masyarakat sebagai tindakan solidaritas.
“Menjadi salah satu Muslim paling terkenal di Selandia Baru dan bermain untuk tim nasional, All Blacks, pada saat itu, saya tahu bahwa itu adalah tugas saya,” katanya.
“Saya orang yang sangat pemalu, tetapi saya harus melangkah, dan saya tahu saya harus masuk di ruang itu. Saya melangkah dan mewakili tidak hanya komunitas Muslim yang terluka, tetapi juga komunitas Selandia Baru,” tegasnya.
“Saya berpikir bahwa jika saya dapat melangkah ke ruang itu, yang sulit dimasuki pada saat itu, dan hanya mengabarkan positif – tetapi juga mengatakan kepada mereka itu nyata, itu menyakitkan, tetapi apa yang bisa kita lakukan untuk bergerak maju dengan cara yang lebih baik?” tambahnya.
Tahun lalu, Williams menunaikan umrah ke Arab Saudi. Ia menggambarkan perjalanan itu sebagai pengalaman yang luar biasa. Ia merasa tersanjung bisa melihat Ka’bah untuk pertama kalinya dan kemudian mengalami ketenangan dan ketenangan Madinah.
“Ya, saya adalah seorang Selandia Baru, Samoa – tetapi saya seorang manusia juga. Itulah yang ditawarkan Islam. Islam ada untuk semua umat manusia. Saya berdoa di samping seorang saudara laki-laki Afrika, seorang Asia, Eropa, Timur Tengah,” ungkapnya.
“Semua orang pakaiannya sama jadi tidak ada tingkatan masyarakat, semua orang sama, itu mungkin hal terbaik,” sebutnya. (ave/dikutip dari republika.co.id)
Discussion about this post