Avesiar – Tangerang
Setelah masa jabatannya sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers selama 2 periode berakhir, pria satu ini jarang terdengar oleh publik, terutama dunia pers Indonesia. Namun, bukan berarti kesibukannya berkurang.
Baru-baru ini, wartawan Avesiar.com berkesempatan mewawancarai secara khusus pria yang juga salah satu pengurus ICMI Kota Tangerang, membuka kembali tabir pilihan profesi dalam hidupnya. Penyuka olahraga futsal itu kemudian menceritakan latar belakang perjalanan karirnya di dunia hukum.
Keprihatinannya terhadap orang-orang buta hukum yang kebetulan harus berhadapan dengan persoalan hukum, adalah dasar dari pilihan pria kelahiran Tangerang 46 tahun silam ini menekuni dunia hukum.
Hingga pria lulusan S1 dan S2 bidang Hukum Universitas Pancasila Jakarta pada 2001 dan 2020 itu kemudian aktif pada karir-karir awalnya di lembaga bantuan hukum
“Motivasi utama terjun pada lembaga bantuan hukum adalah membantu orang yang membutuhkan bantuan hukum karena menjadi korban ketidakadilan dan termarjinalkan,” ungkap Nawawi Bahrudin.

Bagi Nawawi, LBH juga menjadi sekolah lanjutan bagi dia untuk lebih internalisasi ilmu hukum. Karena, menurut dia, di sana dipadukan antara belajar teori dan penerapan teori tersebut.
“Selain itu, LBH juga menjadi wadah membangun jaringan dan berbagi pengalaman untuk saya,” beber pendiri kantor Advocate & Managing Partners Law Offices Nawawi Bahrudin & Partners.
Meskipun kini pria yang menjadi salah satu tim Lawyer Indonesialeaks, Koalisi NGO, dan Media untuk Jurnalisme Investigasi itu telah membuka kantor hukum sendiri, concern terhadap isu kebebasan pers dan kebebasan berekspresi masih menjadi perhatian.
“Namun ada beberapa isu yang menjadi konsern di saat membuka kantor advokat sendiri yaitu, laporan polisi, pertanahan, hukum keluarga, hukum kesehatan, hukum ketenagakerjaan, dan hukum kekayaan intelektual,” ujarnya.
Ketika ditanya bagaimana dia menyeleksi terlebih dahulu kasus yang akan ditangani, Nawawi mengaku harus melakukan assessment (pengukuran, red) dulu kasus-kasus yang akan ditangani. “Tapi faktor utamanya adalah tentang posisi kasus dan alat bukti yang dimiliki calon klien. Saya tidak bisa membantu klien yang tidak jelas posisi kasus dan alat buktinya,” kata dia.
Menurutnya, banyak pengalaman dalam menangani perkara dan tiap perkara memiliki karakter sendiri yang tidak dapat diselesaikan dengan satu formula baku. Advokat, tambah Nawawi harus luwes dalam bersikap menghadapi klien dan lawan.
“Advokat adalah seorang professional independen. Yang walaupun ditunjuk mewakili klien, bukan berarti bisa dianggap sebagai sekedar “beking” yang membabibuta melakukan segala upaya hukum mewakili klien. Tetapi, sebagai orang yang ditunjuk untuk membantu mencari jalan penyelesaian yang paling menguntungkan bagi klien,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, advokat di samping memiliki kompetensi mumpuni di bidang hukum, juga harus memahami teknis negosiasi yang handal. Selain itu, Advokat yang memiliki jaringan yang luas terkait dengan urusan yang hendak diselesaikan juga sangat membantu.

Mengenai perbedaan antara bekerja sebagai advokat Lembaga Bantuan Hukum dan membuka kantor advokat sendiri, Nawawi menerangkan bahwa pada waktu di LBH, kasus dibiayai oleh LBH. Tentunya setelah dianggap memenuhi syarat oleh LBH. Sebagai advokat dengan kantor pribadi, kasus-kasus yang ditangani membiayai dirinya sendiri. Tentunya dengan kesepakatan biaya yang bisa diterima klien dan advokat.
“Buat saya klien adalah seorang pencari keadilan yang akan menyerahkan masalahnya untuk diselesaikan oleh advokat. Klien tetap sebagai pemilik masalah dan hasil yang mungkin akan diterima dari penyelesaian masalah tersebut,” ujar dia.
Oleh karena itu, paparnya, klien diberikan hak bertanya, mendapatkan informasi, dan dimintakan persetujuan terhadap tindakan hukum yang akan dilakukan advokat. Jadi prinsip partisipatif dengan klien dalam penanganan kasus diterapkan juga. “Tentu harapannya, bila klien puas dengan layanan yang diberikan, nanti bisa jadi referal bagi kolega-koleganya kepada kita,” kata dia.
Dalam perjalanan karirnya, Nawawi mengaku sempat menangani beberapa kasus yang mendapatkan perhatian publik dan media. Di antaranya adalah kasus yang dialami oleh Muhadkly atau Aco seorang Komika yang dituduh melakukan pencemaran nama baik serta kasus yang dialami oleh Donal Faris Aktivis ICW.
Lalu bagaimana dia membagi waktunya antara peran sebagai kepala rumah tangga dan ayah serta profesinya sebagai pengacara?
Nawawi mengakui bahwa memang membutuhkan waktu ekstra. Profesi advokat, menurutnya, terkadang tidak mengenal waktu kerja sebagaimana pekerja biasa. “Harus ready on call. Harus pandai membagi waktu untuk keluarga, terutama untuk kegiatan-kegiatan yang sudah diagendakan sebelumnya,” jelasnya.
Dalam perjalanannya sebagai seorang advokat, Nawawi yang alumni LBH Jakarta itu mengagumi sosok advokat Adnan Buyung Nasution.
“Beliau mumpuni secara ilmu hukum dan kaya pengalaman. Banyak advokat besar di Indonesia merupakan hasil didikan beliau, baik secara langsung atau tidak langsung. Saya bersyukur pernah mengenal dan berinteraksi dengan beliau, walapun tidak terlalu intens. Nilai-nilai dan semangat perjuangan beliau masih menjadi sumber inspirasi dan teladan,” kenangnya.
Dia berharap, semoga apa yang telah dirintis oleh almarhum Adnan Buyung Nasution menjadi jariyah amal yang tiada terputus bagi almarhum.
Nawawi Bahrudin sangat terbuka kepada masyarakat dan bisa dihubungi melalui emailnya nawawi.bahrudin@gmail.com . (ard)
Discussion about this post