Avesiar – Jakarta
Harapan Taiwan untuk merasa aman dari campur tangan politik China bakal bertepuk sebelah tangan. Usai terpilih kembali menjadi presiden China untuk masa jabatan periode ke-3, Xi Jinping telah menekankan perlunya menentang pengaruh “pro-kemerdekaan” di Taiwan, sebagaimana diberitakan The Guardian pada situsnya, Senin (13/3/2023).
Xi Jinping menyatakan hal tersebut saat ia menutup Kongres Rakyat Nasional (NPC) setelah seminggu di mana parlemen memberi presiden China masa jabatan presiden ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan peran kunci di puncak pemerintahan dirombak.
Xi menutup sesi dengan pidato kepada para delegasi yang berkumpul. Pada hari Jumat ia mengamankan tempatnya sebagai pemimpin China yang paling kuat dalam beberapa generasi dalam upacara koreografi yang hati-hati di Beijing.
Dalam pidatonya pada hari Senin yang menguraikan prioritasnya untuk China, Xi menggambarkan perlunya “reunifikasi nasional” sebagai “inti dari peremajaan nasional”, menjadikan masalah hubungan Taiwan dengan China sebagai fokus dari istilah politik baru.
“Kita harus secara aktif menentang kekuatan eksternal dan aktivitas separatis kemerdekaan Taiwan. Kita harus dengan teguh memajukan penyebab peremajaan dan reunifikasi nasional,” kata Xi, disambut tepuk tangan meriah. Xi, yang sebelumnya tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan terhadap Taiwan, menekankan perlunya “mempromosikan pembangunan damai hubungan lintas-selat”.
Partai Komunis China tidak pernah memerintah Taiwan, sebuah negara demokrasi yang memerintah sendiri, tetapi menganggapnya sebagai provinsi pemberontak yang harus “bersatu kembali” dengan daratan, jika perlu dengan kekerasan. Xi semakin memprioritaskan klaim China atas Taiwan, menjadikannya sebagai keharusan sejarah di tengah meningkatnya ketegangan dengan AS.
Xi pada hari Senin menekankan perlunya memperkuat militer, menjadikannya “tembok baja besar” untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional China. (ard)
Discussion about this post