JAKARTA
Usaha jasa pengiriman di tengah wabah Covid-19 yang melanda negara ini menunjukkan kenaikan dari jenis transaksinya. Hal ini karena pola belanja konsumen yang berubah seiring dengan anjuran pemerintah untuk berdiam di rumah (stay at home) dan menjaga jarak (social & physical distancing).
Namun, di sisi lain, usaha jasa pengiriman juga mengalami penurunan yang signifikan yang harus dialami karena kebijakan PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Bahkan, dikabarkan terjadi kesulitan casflow untuk menutupi biaya operasional dan gaji karyawan di perusahaan-perusahaan bidang jasa pengiriman.
Dua hal yang berbeda, namun masih dalam bisnis yang sama. Mengapa hal ini bisa terjadi? Wartawan senior Ave Rosa A. Djalil menggali sedikit informasi dari Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Muhammad Feriadi melalui sambungan ponsel, Rabu (20/05).
Menurut pria yang akrab disapa Feri ini, kenaikan yang dimaksud adalah bahwa perusahaan jasa pengiriman yang juga memiliki bisnis model B 2 C (business to customer) dan atau C 2 C (customer to customer), pada saat terjadi pandemi Covid-19 di Indonesia, mendapatkan sisi positif dengan seiring pemberlakuan PSBB (pembatasan sosial berskala besar).
Masyarakat banyak menggunakan transaksi online di mana menurut Feri, membuat usaha jasa pengiriman yang sudah adaptif dengan pola semacam itu, mendapatkan keuntungan yang cukup signifikan. Mereka yang berada dalam ekosistem bisnis online, kata Feri yang juga Chief Executive Officer PT. Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) tersebut, akan meningkat volume pengirimannya seiring pemberlakuan PSBB. Menjelang hari raya Idul Fitri, tren masyarakat juga dipercaya mendongkrak volume jasa pengiriman.
“Namun, pelaku bisnis yang mempunyai model bisnis B 2 B (business to business) atau G 2 G (government to government). Kemungkinan akan mengalami penurunan volume kiriman yang sangat signifikan. Bayangkan, dengan banyaknya perkantoran yang tutup dan pabrik yang tidak berproduksi. Bisa dipastikan distribusi pasti akan turun. Dan akhirnya, setiap perusahaan jasa pengiriman mengalami kondisi yang berbeda karena business model dan business process lain-lain. Sehingga ada yang kesulitan, tapi ada juga yang tidak,” terangnya.
Feri juga tidak menampik bahwa jika terdapat hal-hal yang berhubungan dengan cashflow dan lain-lain yang menyebabkan perusahaan jasa pengiriman mengalami kesulitan, mungkin juga bisa karena alasan lainnya dan hanya internal masing-masing lebih memahaminya.
Sehingga diharapkannya, agar perusahaan-perusahaan jasa pengiriman mampu memperbaharui atau menambah business model mereka untuk menanggapi kondisi yang tengah berlangsung saat pandemi ini agar usaha dapat terus berlangsung. Misalnya, lanjut Feri, dengan juga menyediakan model bisnis B 2 C dan C 2 C dalam bisnisnya.
Sebagai ketua umum Asperindo, penyuka moge Harley Davidson ini berharap anggotanya semua bisa survive (bertahan, red) menghadapi kondisi ini. “Jadi jangan dijadikan ini isu juga karena motto Asperindo “Bersaing Namun Bersanding”. Walau berbeda entitas, namun, semua menjadi keluarga besar di bawah panji Asperindo,” beber Feri menegaskan soa kerukunan di antara anggotanya.
Di sisi lain, Feri yang merupakan pimpinan puncak di perusahaan jasa pengiriman PT. Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), mengakui bahwa karena business model JNE tidak hanya mengandalkan segmen tertentu. Sehingga ketika model bisnis yang orientasinya pada B 2 B melambat, ada model bisnis lain (B 2 C dan C 2 C, red) sehingga secara volume massif relatif stabil dan bahkan naik.
Feri melihat aka nada banyak hal baru paska Covid-19. Dan saat ini, para operator telekomunikasi sedang menyusun strategi baru. “Saya dan para anggota, serta tentu semua rakyat Indonesia berharap pandemi ini segera berakhir. Dan semua kembali ke kehidupan normal. Pemerintah diharapkan juga kehadirannya untuk industri ini lewat kebijakan yang tidak memberatkan,” tutup Feri penuh harap. (ave)
Discussion about this post