Avesiar.com
Setiap Muslim pasti mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan kecintaan tersebut selalu terpatri di hati. Bahagia adalah wujud rasa syukur setiap muslimin dan muslimat atas kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam di muka bumi sebagai rahmat bagi seluruh alam dengan Islam dan Al Qur’an yang Baginda bawa.
Tentu sebagai seorang Muslim, kita harus senantiasa meneladani akhlak Baginda dan menyelaraskannya dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai Uswatun Hasanah, Baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah figur paling ideal di muka bumi. Tidak hanya itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun bershalawat untuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, juga seluruh malaikat dan para nabi.
Untuk meneladani dan menjadikan kerinduan terobati, selain senantiasa menjadikan Baginda Shallallahu Alaihi Wasallam suri tauladan dan bershalawat atas Nabi, kita juga harus belajar dan mengetahui sejarah tentang Baginda Shallallahu Alaihi Wasallam. Terutama hari dilahirkannya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Lahirnya Rasul Terakhir Penutup Para Nabi dan Penyempurna Akhlak
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthallib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dikenal dengan nama Tahun Gajah, karena pada tahun itu terjadi peristiwa besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan menghancurkan Ka’bah.
Pasukan itu dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman. Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan Ka’bahnya sebagai pusat perekonomian dan peribadatan bangsa Arab. Ini sejalan dengan keinginan Kaisar Negus dari Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang bersama-sama dengan Kaisar Byzantium menghadapi musuh dari timur, yaitu Persia (Irak).
Beberapa bulan setelah penyerbuan tentara gajah, Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki, yang diberi nama Muhammad. Ia lahir pada malam menjelang dini hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 570 M.
Saat itu ayah Muhammad, Abdullah, telah meninggal dunia. Nama Muhammad diberikan oleh kakeknya, Abdul Muthallib. Nama itu sedikit ganjil di kalangan orang-orang Quraisy, karenanya mereka berkata kepada Abdul Muthallib, “Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan begitu besar, tetapi tak satu pun yang bernama demikian.” Abdul Muthallib menjawab, “Saya mengerti. Dia memang berbeda dari yang lain. Dengan nama ini saya ingin agar seluruh dunia memujinya.”
Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit.
Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa’ yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, ’Abd al-Muththalib.
Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya di sekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah,Libanon dan Palestina).
Adalah suatu kebiasaan di Mekah, anak yang baru lahir diasuh dan disusui oleh wanita desa dengan maksud supaya ia bisa tumbuh dalam pergaulan masyarakat yang baik dan udara yang lebih bersih. Saat Muhammad lahir, ibu-ibu dari desa Sa’ad datang ke Mekah menghubungi keluarga-keluarga yang ingin menyusui anaknya.
Desa Sa’ad terletak kira-kira 60 km dari Mekah, dekat kota Ta’if, suatu wilayah pegunungan yang sangat baik udaranya. di antara ibu-ibu tersebut terdapat seorang wanita bernama Halimah binti Abu Du’aib as Sa’diyah.
Keluarga Halimah tergolong miskin, karenanya ia sempat ragu untuk mengasuh Muhammad karena keluarga Aminah sendiri juga tidak terlalu kaya. Akan tetapi entah mengapa bayi Muhammad sangat menawan hatinya, sehingga akhirnya Halimah pun mengambil Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai anak asuhnya.
Ternyata kehadiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sangat membawa berkah pada keluarga Halimah. Dikisahkan bahwa kambing peliharaan Haris, suami Halimah, menjadi gemuk-gemuk dan menghasilkan susu lebih banyak dari biasanya.
Rumput tempat menggembala kambing itu juga tumbuh subur. Kehidupan keluarga Halimah yang semula suram berubah menjadi bahagia dan penuh kedamaian. Mereka yakin sekali bahwa bayi dari Mekah yang mereka asuh itulah yang membawa berkah bagi kehidupan mereka.

Bagaimana dengan Hukum Memperingati Maulid Nabi?
Dikutip dari laman Majelis Ulama Indonesia, mui.or.id, hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah boleh dan tidak termasuk bid’ah dhalalah (mengada-ada yang buruk) tetapi bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Karena tidak ada dalil-dalil yang mengharamkan peringatan mauled Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, bahkan jika diteliti malah terdapat dalil-dalil yang membolehkannya.
Penjelasan
Bid’ah Hasanah adalah sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabatnya. namun perbuatan itu memiliki nilai kebaikan dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan bid’ah dhalalh adalah perbuatan baru dalam agama yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Kebolehan memperingati Maulid Nabi memiliki argumentasi syar’i yang kuat. Seperti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setiap hari Senin Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ .” رواه مسلم
“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (H.R. Muslim)
Kita juga dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.Yunus:58).
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari Senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah.
Jika Abu Lahab yang non-muslim dan al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Juga realita di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Ternyata fenomena tradisi maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia Islam.
Kalangan awam di antara mereka barangkali tidak tahu asal-usul kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah/ritual peribadatan dalam syariat.
Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah keislaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala., tetapi syi’ar adalah sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam, situasional, serta mubah.
Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Imam al Suyuthi mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ.
“Menurut saya asal perayaan maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad Shallallahu Alaihi Wasallam yang mulia”. (Al- Hawi Li al-Fatawa, juz I, h. 222)
Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami:
“Bid’ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam”. Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi):”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada seluruh alam semesta”.
Untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak melenceng dari aturan agama yang benar, sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut:
- Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
- Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
- Membaca sejarah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. dan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau.
- Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.
- Meningkatkan silaturrahim.
- Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa kehadiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. di tengah-tengah kita.
- Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim yang berisi anjuran untuk kebaikan dan mensuritauladani Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Menurut Imam al-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. – w.630 H.).
Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Di antaranya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga sekarang masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di banyak negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh. Lalu bentuk acaranya semakin berkembang dan bervariasi.
Di Indonesia, terutama di pesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi’ir dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam. Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren.
Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada anak yatim dan fakir miskin, pameran produk halal, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat. Wallahua’lam. (ard/dari berbagai sumber)
Discussion about this post