KAMU KUAT – Jakarta
Setiap orang tentu pernah merasakan manisnya sebuah pencapaian atau momen bahagia yang datang dalam hidup. Keberhasilan bisa berupa meraih nilai yang memuaskan, memenangkan lomba, diterima di sekolah impian, atau bahkan hanya merasakan hari yang berjalan dengan baik.
Nah, semua itu adalah bentuk karunia yang patut disyukuri. Sayangnya, di tengah kesibukan dan hiruk-pikuk kehidupan remaja, rasa syukur sering kali terlupakan atau dianggap sepele.
Padahal, rasa syukur adalah kunci penting untuk menjaga hati tetap tenang, menjauhkan diri dari kesombongan, dan menumbuhkan semangat untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik.
Lalu, bagaimana seharusnya remaja menyikapi prestasi dan kebahagiaan yang mereka raih? Komentar dari para sahabat kanal remaja KAMU KUAT! Avesiar.com ini cukup menarik untuk dicermati.
Aby Mahesa Ramadhani, siswi kelas 10, SMA Kosgoro Kota Bogor

Di usia remaja, banyak hal bisa terjadi kegagalan, semangat yang naik turun, hingga prestasi yang tak disangka. Namun, bagaimana cara menyikapi sebuah pencapaian dengan bijak?
Aby Mahesa Ramadhani, siswa kelas 10-3 di SMA Kosgoro Kota Bogor, punya jawabannya. Bukan sekadar merayakan, ia justru menekankan pentingnya rasa syukur dan tanggung jawab dalam setiap prestasi yang diraih.
Menjadi Duta Kependudukan Tingkat SMA se-Kota Bogor 2024 bukanlah pencapaian kecil. Namun bagi Aby, momen yang paling membekas justru saat ia terpilih menjadi peserta Jumbara PMR Nasional sebagai bagian dari kontingen Jawa Barat.
“Perasaan pertama yang saya rasakan ialah rasa bahagia dan rasa bangga , bahagia telah mencapai sesuatu juga bahagia bisa membuat orang sekitar bangga terhadap pencapaian saya,” ujar Aby.
Namun ia mengaku, kadang rasa bangga itu tergeser oleh perasaan lain yaitu tanggung jawab. “Saya merasa bahwa pencapaian itu merupakan suatu kewajiban, bukan bonus dari perjuangan,” tambahnya. Sebuah sudut pandang yang dewasa dari seorang remaja.
Bagi Aby, bersyukur adalah langkah pertama setelah pencapaian diraih. Ia tak hanya mengucap “Alhamdulillah”, tapi juga menambahkan istighfar dan bahkan innalillah, sebagai bentuk kesadaran bahwa di balik prestasi, ada beban amanah yang harus dijalankan. “Prestasi bukan hanya ranking atau sertifikat. Ia bisa hadir dalam bentuk apa pun, dan semua itu patut disyukuri,” jelasnya.
Tak lupa, ia menyebut ibunya sebagai sosok paling penting yang ada dalam setiap langkah perjuangannya. “Beliau menjadi ‘counselor’ untuk setiap keputusan saya. Maka saat mendapat momen bahagia, ibu adalah orang pertama yang saya pikirkan dan kabari,” ungkap Aby.
Dalam dunia yang serba pamer ini, sulit menjaga diri dari rasa angkuh saat meraih sesuatu. Namun Aby punya cara tersendiri. “Saya tanam mindset bahwa selalu ada langit di atas langit,” katanya.
Saat melihat ke atas, bukan iri yang ia rasakan, melainkan semangat untuk terus belajar dan berkembang. Ia juga menanam pepatah yang diwariskan orang tuanya, “Jadilah seperti padi, makin berisi makin menunduk.”
Kalimat itu menjadi pengingat agar ia tak cepat puas dan tetap membumi, meski pencapaiannya terus bertambah. Ia menutup ceritanya dengan sebuah refleksi yang dalam. Aby mengakui bahwa standar tinggi yang ia tetapkan pada diri sendiri kadang terasa berat, namun itulah yang memacunya untuk terus maju.
“Saya tidak langsung puas terhadap prestasi yang saya raih. Bahkan kadang saya merasa, ini bukan prestasi tapi kewajiban,” ujarnya jujur.
Baginya, rasa syukur adalah cara terbaik agar bahagia tak berubah jadi sombong, dan tanggung jawab tetap dipegang erat. “Bersyukur itu bukan hanya saat bahagia. Justru saat itulah kita paling perlu bersyukur, agar tidak overproud dan lupa diri,” tutup Aby.
Queena Ragisya Wicaksono, siswi kelas 2 SMP Negeri 7, Tangerang Selatan

Tak semua pencapaian harus berupa piala atau juara lomba. Bagi Queena Ragisya Wicaksono, siswi kelas 2 SMPN 7, bisa tampil di depan banyak orang saja sudah menjadi prestasi yang sangat berharga. “Bisa perform di depan orang banyak adalah suatu prestasi dan pencapaian buat saya,” ujar Queena.
Baginya, momen itu bukan sekadar tampil, tapi simbol dari perjuangan dan keberanian yang selama ini ia bangun. Apa yang mungkin dianggap biasa oleh orang lain, justru terasa sangat spesial bagi Queena karena itu adalah hasil dari kerja kerasnya sendiri.
Setelah berhasil tampil, hal pertama yang Queena lakukan adalah mengucap syukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada orang tuanya. “Saya berterima kasih kepada Sang Maha Pecinta serta orang tua,” katanya.
Ungkapan sederhana, tapi menunjukkan kedalaman hati yang luar biasa dari seorang remaja yang sadar akan pentingnya dukungan dan kasih sayang. Queena percaya bahwa bersyukur adalah cara terbaik untuk menjaga diri agar tetap rendah hati.
“Bentuk syukur sangat penting se⁰kali bagi saya, karena bentuk syukur membuat kita tidak menjadi orang yang angkuh dan menjadi pribadi yang baik,” ucapnya.
Queena membuktikan bahwa anak muda bisa jadi inspirasi bukan karena prestasi besar yang menggelegar, tapi karena ketulusan dalam bersyukur dan menghargai setiap langkah kecil yang diambil. Dari keberaniannya tampil di depan orang banyak, kita belajar bahwa keberhasilan tidak harus menunggu besar. Terkadang, ia datang dalam bentuk panggung kecil yang meninggalkan jejak besar di hati kita.
Aira, siswi kelas 9, SMP IT Insan Harapan

Tidak semua kebahagiaan harus datang dari kemenangan besar. Bagi Aira, siswi kelas 9 di SMP IT Insan Harapan, momen paling membahagiakan justru datang dari hal yang sederhana yaitu nilai ulangannya meningkat.
“Rasanya senang banget karena itu hasil dari usaha belajar yang nggak mudah. Aku juga senang bisa membuat mama bangga, walaupun cuma lewat hal sederhana,” ujar Aira.
Meskipun bukan prestasi yang dirayakan di atas panggung, namun keberhasilan itu sangat berarti baginya. Aira punya pandangan menarik tentang arti prestasi. Menurutnya, prestasi bukan sekadar juara lomba atau tampil di depan umum, melainkan tentang menjadi versi diri sendiri yang lebih baik.
“Bisa mengubah diri sedikit demi sedikit juga termasuk prestasi. Aku suka menuliskan rasa syukur di buku harian, supaya aku ingat bahwa aku pernah merasa bahagia,” katanya.
Aira juga percaya bahwa setiap kebahagiaan meskipun kecil tetap layak disyukuri. Bahkan hal-hal sederhana seperti bisa bangun dengan semangat atau ngobrol hangat bareng teman menurutnya sudah cukup untuk membuat hati bersyukur.
“Kalau kita nggak terbiasa bersyukur untuk hal kecil, nanti kita jadi susah merasa cukup,” ujarnya. Ia pun menekankan bahwa kebahagiaan adalah tanda kasih sayang dari Allah, dan kita tidak perlu menunggu momen besar untuk bersyukur.
Saat mendapat pujian, Aira punya cara tersendiri agar tidak menjadi tinggi hati. Ia sadar bahwa apa pun yang ia capai adalah karena dukungan dari orang-orang baik di sekitarnya dan tentu saja karena Allah memberikan kesempatan. “Jadi aku berusaha tetap rendah hati dan nggak membandingkan diri dengan orang lain,” tutupnya
So, bagaimana dengan kamu? (Resty)
Discussion about this post