Avesiar – Jakarta
Puasa di bulan Ramadhan selain sebagai suatu kewajiban bagi setiap Muslim, juga menjadi tujuan utama syariat untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Artinya, sebagaimana dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, Selasa (4/4/2023), dengan berpuasa kepatuhan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala harus semakin meningkat. Semua perintah dan tanggung jawab harus kita penuhi, dan setiap hal-hal yang dilarang harus kita jauhi.
Berkaitan hal ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah, ayat 183).
Ketakwaan yang dimaksud dalam ayat tersebut harus benar-benar kita tumbuhkan dalam segala aspek. Misalnya, takwa dalam hal akidah, berarti kita tidak boleh untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun.
Takwa dalam hal perilaku, berarti kita semua tidak seharusnya melakukan maksiat. Sedangkan takwa dalam hal niat, berarti kita memposisikan keridhaan Allah di atas segala-galanya.
Lidah orang yang bertakwa tidak akan mudah membicarakan kejelekan orang lain, berbohong, dan lainnya. Ia sadar bahwa dirinya juga memiliki kejelekan sebagaimana manusia pada umumnya yang tidak lepas dari kesalahan.
Telinganya tidak akan mudah digunakan untuk mendengarkan setiap sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Kakinya tidak akan mudah digunakan untuk pergi menunju tempat-tempat maksiat dan hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah.
Segala perilakunya mencerminkan budi pekerti yang luhur. Karena itu, ada banyak orang-orang yang berpuasa namun hanya mendapatkan dahaga dan lapar. Bahkan ia tidak mendapatkan pahala sedikit pun, karena puasa yang ia jalani tidak bisa menumbuhkan ketakwaan dalam dirinya.
Hal tersebut akibat anggota tubuhnya tidak ia jaga dari hal-hal yang bisa merusak eksistensi takwa itu sendiri. Ia tidak berhasil menjaga lidah dari berbohong, membicarakan keburukan orang lain. Ia tidak berhasil menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan, dan lain sebagainya.
Karena itu, sungguh merugi orang-orang yang tidak bisa menjadikan puasa sebagai perantara untuk bisa meningkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dengan berpuasa, ia justru tidak bisa lebih dekat kepada-Nya, namun semakin jauh. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pernah mengingatkan kepada kita semua tentang hal ini.
Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan justru mengerjakannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang ia tahan.” (HR Al-Bukhari).
Berkaitan dengan hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di atas, Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali (wafat 795 H) mengingatkan kepada kita semua perihal puasa orang yang tidak bisa menjaga anggota tubuhnya dari hal-hal yang dilarang, hanya akan menjadikan dirinya semakin dimurkai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ia mengatakan:
“Setiap shalat malam yang tidak dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka hanya akan menambah jauh pelakunya (dari Allah); dan setiap puasa yang tidak dijaga dari perkataan dan perbuatan dusta, maka hanya akan mewariskan kemurkaan dan penolakan kepada pelakunya (dari Allah). Wahai kaum, di mana bekas puasa dan cahaya shalat malam?” (Ibnu Rajab, Lathaiful Ma’arif fi Ma li Mawasimil ‘amm minal Wadhaif, [Daru Ibni Hazm: 2004], juz I, halaman 183).
Semua penjelasan di atas berbanding lurus dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al-Quran, bahwa Dia hanya akan menerima amal ibadah dari orang-orang yang bertakwa.
Dalam surat Al-Ma’idah disebutkan:
“Sesungguhnya Allah hanya akan menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (QS Al-Ma’idah: 27).
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam tafsirnya mengatakan bahwa yang dimaksud “al-muttaqin” pada ayat di atas adalah orang-orang yang takut kepada Allah, sehingga ia tidak menyekutukan-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia tidak mencari pujian dari manusia, tidak berbohong, tidak berkata kotor, dan hanya menjadikan Allah sebagai akhir dari tujuan ibadah. (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, Tafsirul Munir, [Beirut, Darul Fikr: 1418 H], juz VI, halaman 154).
Puasa yang tidak bisa menumbuhkan ketakwaan dalam diri kita semua, hanya akan mendapatkan murka dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karenanya, mari kita jaga puasa kita dengan benar. Hindari setiap sesuatu yang bisa merusak eksistensi puasa, agar semua ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan ini menjadi ibadah yang diterima oleh Allah, Aamiin. Wallahua’lam.
(adm)
Discussion about this post