Avesiar – Jakarta
Kadang kita menemui mushaf Al Qur’an yang rusak seperti robek, using, atau rusak, namun tidak mengerti bagaimana cara memperlakukannya. Hal tersebut karena kita merasa takut tidak bisa menjaga kesuciannya dengan cara tertentu.
Terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai hal ini. Dilansir laman Bersama Islam (17/10/2022), tidak sedikit dari ulama yang berdapat bahwa mushaf yang rusak sebaiknya dibakar agar tidak mendapat perlakuan yang tidak pantas, seperti terinjak. Hal ini berdasarkan perintah sahabat Utsman bin Affan ra. untuk membakar mushaf selain mushaf yang telah beliau salin.
“Dan beliau memerintahkan Al-Qur’an yang lainnya dalam setiap lembaran atau mushaf untuk dibakar” (HR. Bukhari no. 4987)
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengutip riwayat bahwa tindakan yang dilakukan oleh sahabat Utsman bin Affan ra. tidak diingkari oleh satu orang pun. Beliau mengutip juga pendapat dari Syaikh Ibnu Al-Batthal bahwa hadits tentang ini menjadi dalil kebolehan untuk kitab-kitab atau lembaran yang didalamnya terdapat nama Allah dengan tujuan memuliakan dan menjaganya dari terinjak-injak kaki.
Imam Ibnu ‘Athiyyah berpendapat bahwa sebaiknya mushaf dibasuh dengan air daripada dibakar. Sementara Al-Qadhi Iyadh menyatakan pendapat bahwa mushaf dibasuh dengan air lalu dibakar, agar lebih sempurna dalam menghilangkannya.
Adapun ulama-ulama madzab Hanafi, saling berbeda pendapat. Imam Badruddin Al-‘Aini berpendapat bahwa mushaf yang rusak dan sekiranya tidak dapat dipakai, mushaf tersebut dikubur di tanah yang suci dan jauh dari pijakan manusia. Sedangkan Syaikh Mulla Ali Al-Qari’ (ulama madzab hanafi) berpendapat bahwa mushaf yang dibasuh dengan air, maka air basuhan itu sebaiknya diminum karena bisa menjadi obat dari segala penyakit. Namun, Syaikh Abdurrahman Al-Mubarakfuri menyebutkan bahwa membakar mushaf lebih protektif (melindungi) kemuliannya daripada menguburnya. Oleh karena itu sahabat Utsman bin Affan ra. memilih untuk membakarnya.
Ensiklopedia Fikih Islam Kuwait, menuliskan bahwa menurut madzab Hanafi dan Hanbali mushaf yang rusak sebaiknya dibungkus kain putih lalu dikubur. Sebagaimana seorang muslim meninggal dunia untuk memuliakannya.
Madzab Hanafi mengharamkan membakar mushaf, Imam An-Nawawi memakruhkan membakar mushaf. Madzab Maliki membolehkan bahkan terkadang wajib membakar mushaf untuk menjaga kemuliaan msuhaf dari terinjak-injak.
Pendapat lain madzab Syafi’i disampaikan oleh Imam Hajar Al-Haitami bahwa tidak makruh membakar mushaf untuk menjaga kemuliaan mushaf. Bahkan Imam Asy-Syarwani menambahkan bahwa membakar mushaf menjadi wajib jika itu satu-satunya cara untuk menjaganya. Syaikh Al-Bujarami berpendapat bahwa membakar mushaf lebih baik daripada membasuhnya dengan air jika air basuhan tersebut jatuh ke tanah.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang mulia yang wajib dijaga kemuliannya dari perlakuan yang tidak pantas. Ketika ada mushaf yang rusak, maka ia wajib diperlakukan yang baik untuk menghindarkan perlakuan yang tidak pantas seperti terinjak-injak. Para ulama mengemukakan tiga pendapat yang dapat dipakai. Pertama, yaitu membakarnya sebagaimana yang dilakukan sahabat Utsman bin Affan ra. Kedua, yaitu membasuhnya dengan air agar tulisan luntur. Ketiga, membungkusnya dengan kain putih lalu dikubur layaknya manusia.
Para ulama berbeda pendapat mana yang lebih utama. Namun, hal ini perlu dicatat bahwa membasuh mushaf yang rusak dengan air, tentu tidak berlaku bila tulisan menempel kuat dikertas. Seperti mushaf cetak. Untuk itu, tindakan tersebut bisa dipilih dengan membakar atau menguburnya dengan kain putih. (adm)
Discussion about this post