Avesiar – Jakarta
Al Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sendiri yang menjaganya. Namun, sebagai Muslim, saat hendak membaca, menyentuh, atau membawanya, ada tuntunan yang harus diperhatikan demi menjaga kesucian mushaf yang di dalamnya tertulis kalam-kalam (kalamullah) Allah Azza Wa Jalla.
Membahas mengenai hal ini, ada tuntunan mengenai berwudu yang perlu kita perhatikan sebelum membaca, menyentuh, dan membawa Mushaf Al Qur’an.
Dikutip dari tanya jawab di laman Majelis Ulama Indonesia, Sabtu (31/12/2022), disebutkan bahwa mushaf yang dimaksud adalah lembaran yang ditulis di atasnya ayat-ayat Al Qur’an, digunakan membaca ataupun belajar. Apabila tulisan ayat Alqur’an secara digital atau maya, maka tidak disebut mushaf, atau paling tidak dinamakan mushaf elektronik.
Tentu yang ditanyakan adalah mushaf yang berbentuk lembaran kertas, karena Mushaf elektronik dapat dibaca melalui hp atau laptop tidak dipersaratkan berwudhu ketika dipegang.
Disunnahkan bagi orang yang membaca ayat-ayat Al Qur’an dalam keadaan berwudhu. Artinya tidak dalam keadaan berhadas kecil. Namun, bagi yang tidak punya wudhu boleh baginya membaca mushaf, menurut kesepakatan para ulama.
Syekh an-Nawawi berkata, umat Islam sepakat bahwa membaca Al Qur’an bagi orang yang berhadas kecil (tanpa punya wudhu) dibolehkan, namun lebih baik baginya untuk mensucikan dirinya untuk itu.
Adapun menyentuh Al Qur’an dan membawanya, mayoritas ulama termasuk empat imam mazhab menyatakan larangan hal tersebut. Jumhur ulama berpedoman terhadap firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Surah Al Waqiah, ayat 77-80:
“Sungguh itu adalah Alqur’an yang Mulia * dalam sebuah kitab yang tersembunyi * yang hanya disentuh oleh orang-orang yang disucikan, sebuah wahyu dari Tuhan semesta alam, Hanya malaikat-malaikat yang disucikan yang menyentuhnya, Kitab dari sisi penguasa alam semesta.”
Sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah malaikat-malaikat yang boleh menyentuh Al Qur’an di Lauh Mahfudz. Menurut Imam an-Nawawi (w. 676 H) pendapat tersebut sifatnya marjuh (pendapat yang lemah) jika dikorelasikan dengan dalil-dalil yang lain.
Berdasarkan hal ini, seseorang yang tidak berwudhu tidak boleh menyentuh atau membawanya, baik untuk hafalan, pelajaran, atau pengajian, kecuali ia boleh membaca dari mushaf tanpa menyentuhnya.
Ibnu Taimiyah (w. 728 H) berkata, “Jika dia membaca dari mushaf atau media yang lain dan tidak menyentuhnya itu diperbolehkan, sekalipun tidak dalam keadaan bersuci.” Dibolehkan juga membawa barang termasuk di dalamnya mushaf, karena niatnya adalah untuk membawa barang, sehingga dimaafkan apa yang ada di dalamnya dari Al Qur’an. Wallahua’lam. (dwi)
Discussion about this post