Avesiar – Jakarta
Oleh: Ave Rosa A. Djalil, Wartawan Berpengaruh & Dosen di Fikom Universitas Mercu Buana Jakarta
Ini memang salah saya. Sok-sokan menanyakan ke Prof Deddy Mulyana soal “Adakah resensi buku barunya?” untuk saya muat di situs berita yang saya gawangi, avesiar.com.
“Ya, nanti kalau ada. Sementara ini, tolong kirim alamat Anda. Saya akan kirim bukunya ke Anda sebagai hadiah. Anda sendiri boleh meresensinya kalau mau dan memuatnya di avesiar.com.”
Inilah kesalahan saya. Hehe. Kalimat Prof Deddy Mulyana, Guru Besar Fikom Universitas Padjadjaran dan seorang penulis internasional ini tergolong ‘semi-ngerjain’. Namun, bagi saya ini sebuah kepercayaan “trust”, yang dalam sebuah komunikasi, mampu melembutkan hati. Haha. Dia menguasainya.
Buku berjudul ”Absurditas Komunikasi, Membumikan Konsep dan Teori Komunikasi Secara Populer”, sebenarnya sudah saya terima sejak Jum’at, 17 Februari lalu. Lima hari pertama sejak saya terima, buku itu hanya saya letakkan di meja kerja saya. Tiga hari berikutnya, saya mengintip-intip isinya. Saya menunggu mood saya.
Saya ingin tahu, apa yang Prof Deddy coba kemukakan lewat kumpulan artikel-artikel ilmiah populer miliknya, terbit di media-media terkenal. Hari kesembilan, saya mulai kebat-kebet isinya, mencicil isi pikirannya dalam buku dengan cover putih, bersih, itu.
Ada kata pengantar dari Dr. Gun Gun Heryanto yang juga muridnya, juga Dr. Atalia Praratya, istri dari Gubernur Jawa Barat, Ridwal Kamil, ibu dari almarhum Eril, yang In syaa Allah adalah anak sholeh.
Begitu generous-nya (baca, dermawan) Prof Deddy ini. Ada 67 artikel ilmiah populer yang pernah diterbitkan di banyak media massa, membedah setiap kasus atau perkara melalui kaca mata komunikasi dipadukan dengan pendekatan sosiologi, psikologi, dan konteks pendekatan lainnya, di mana menurut saya, cukup paripurna.
Topik-topik, perkara, serta kasus tertentu yang menyita perhatian khalayak secara umum, atau bahkan dibicarakan di ruang-ruang akademisi, jadi fokus tulisannya untuk di’bedah’ secara gamblang, mudah dicerna, dan solutif.
Etnometodologi Kasus Sambo, Dramaturgi Peradilan Sambo, Elegi untuk Eril, Silaturahim ala Aqua Dwipayana, Lie Detector pun Bisa Berbohong, Interaksi Simbolik LGBT, (tradisi) Mudik, Fenomenologi Poligami, Azan vs Anjing, Media dan Terorisme, Infotainment dan Perceraian, Menjual Lambang Agama, Hantu Scopus, Calo Scopus, Pubertas Politik Arteria Dahlan, Baju Putih Para Menteri, Meluruskan Makna Politik Identitas, Teori Sistem dan Setya Noyanto, Teori Konstruksi Sosial dan Korupsi, adalah sebagian dari deretan artikel yang menjadi topik dengan pendekatan yang menarik, ilmiah, sesekali terselip humor segar. Membumi banget.
Pembahasan yang populer dan mudah dicerna ini bisa jadi adalah jawaban khususnya bagi setiap pemegang kebijakan, aparat hukum seperti polisi, penasihat hukum, jaksa, hakim, lembaga negara, akademisi, dan juga masyarakat secara umum, agar dapat memahami dan menilai peristiwa lebih bijak, dan menjadikannya sebagai bagian dari pendekatan untuk memecahkan persoalan.
Buku berisi artikel yang mencerahkan dan solutif ini dikemas dengan bahasa yang sederhana, di mana bahasa yang digunakan jauh dari kesan ‘njelimet’. Karena biasanya, jika seorang profesor atau seorang ahli membuat artikel ilmiah, sarat dengan bahasa-bahasa tingkat tinggi.
Dalam artikel berjudul Etnometologi Kasus Sambo, ada beberapa paragraph menarik yang berbunyi sebagai berikut,
Kesesatan pengadilan disebabkan para juri di Amerika atau majelis hakim di Indonesia, sebagai manusia biasa, menerapkan “cocokologi” bukti. Mereka menghukum terdakwa berdasarkan penafsiran, tanpa bukti yang benar-benar logis. Harold Garfinkel dalam studi Etnometodologinya (1967), menunjukkan bahwa proses peradilan tidak pernah obyektif.
Etnometodologi adalah studi yang mengkaji cara manusia berbahasa dalam menafsirkan dunia sosial untuk mencapai kepentingannya. Studi ini memandang kehidupan sosial itu ringkih; tetapi manusia berilusi seolah ada “keteraturan” dalam kehidupan mereka; maka mereka cenderung menjustifikasi kelogisan hubungan antara sejumlah motif dan atau tindakan sosial yang sejatinya tidak berkaitan.
Dalam pandangan Garfinkel, meski juri sepenuhnya memperhatikan instruksi hakim dan cara berpikir menurut undang-undang, mereka lebih banyak menggunakan jenis logika yang berbeda: logika yang diasumsikan, yang mereka ungkapkan dalam frasa seperti “siapapun dapat melihat” bahwa ini dan itu telah terjadi. Garfinkel menyimpulkan bahwa “seseorang adalah 95 persen juri sebelum ia memasuki pengadilan,” dan perhatiannya terfokus pada elemen umum pengetahuan dan penalaran yang juga dibawa warga ke ruang juri – seperti juga ke tempat lain.
……..
Pengadilan adalah medan pertarungan simbolik antara jaksa, penasihat hukum, terdakwa, dan saksi. Permainan kata-kata yang keluar dari mulut para aktor di ruang pengadilan adalah lumrah agar hakim mendefinisikan situasi yang menguntungkan bagi pihaknya. Metro TV menyebut pengadilan Sambo sebagai “Perang Siasat di Sidang Sambo” dalam acara Kontroversi-nya. (20 Oktober 2022). Majelis hakim mesti memikirkan “teori-teori” yang disampaikan terdakwa, penasihat hukum, jaksa, dan saksi. Karena itu tugas mereka memang berat. (Sisa ulasan bisa dibaca dalam buku tersebut. Anda akan tercerahkan)
Bagi saya, Prof Deddy cukup ‘menyebalkan’, pun ini adalah kabar gembira. Mungkin bisa digambarkan seperti sebalnya seseorang yang kena digodain. Bagaimana tidak. Buku ini berisikan cara yang solutif dalam pendekatan pemecahan persoalan, kasus, dan perkara yang ada di negeri ini. Tapi baru sempat terbit. Kalau kata orang, “Kenapa nggak dari dulu!” Sehingga bagi para pihak, buku ini bisa menjadi rujukan dalam berpikir arif dan bijaksana. Seperti memahami nekatnya masyarakat yang ingin mudik di saat pandemi Covid-19 sedang “gila-gilanya”.
Saya akui, sebagai wartawan yang capek dan masih harus terus capek mengurus media serta berinteraksi dengan banyak orang dan mencermati persoalan mengemuka di masyarakat selama 20 tahunan, buku ini jelas kabar gembira. Tentu kegembiraan yang harus dirayakan bersama. Dirayakan dengan menjadikannya rujukan pemahaman oleh semua yang mau menambah wawasan, agar kita lebih arif dan bijaksana. Tahniah, Prof Deddy. Respect!
(Ave Rosa A. Djalil)
Discussion about this post